Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran
Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran
3.1a.9 Koneksi Antar Materi
Oleh: Ranti Jumiarni
“Mengajarkan anak
menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah
yang terbaik”
(Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best).
Bob Talbert
Patrap
Triloka adalah sebuah konsep pendidikan yang digagas oleh Suwardi Suryaningrat
(alias Ki Hadjar Dewantara) selaku pendiri organisasi pergerakan nasional
Indonesia yaitu Taman Siswa. Konsep pendidikan ini digagas Ki Hajar Dewantara
atas dasar kajiannya terhadap ilmu pendidikan (pedagogi) yang diperoleh dari
tokoh pendidikan ternama mancanegara, yaitu Maria Montessori dari Italia dan
Rabidranath Tagore dari India. Konsep ini menjadi prinsip dasar para guru dalam
melakukan pendidikan di Taman Siswa. Terdapat tiga unsur penting dan terkenal
dalam Patrap Triloka, yaitu: (1) Ing ngarsa sung tulada (yang di depan memberi
teladan), (2) Ing madya mangun karsa (yang di tengah membangun kemauan), (3)
Tut wuri handayani (dari belakang mendukung).
Ki
Hadjar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan dan pembelajaran harus mampu
menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun
sebagai anggota masyarakat. Pendidikan sejatinya harus memuliakan anak dengan
sistem among (menghamba atau berpihak pada anak, bukan semata-mata berpihak
pada kurikulum). Selain itu pendidik dalam pembelajaran di kelas, harus mampu
memberikan dorongan dan arahan (tut wuri
handayani), menciptakan prakarsa sehingga mampu menggali ide siswa (mangun karso), dan memberikan teladan
serta contoh-contoh baik (tulodo)
agar anak mampu dan kuat bertumbuh dengan kodrat alam (pemberian Allah swt,
Tuhan Yang Maha Esa) dan kodrat zaman (kondisi saat ini di mana ia tinggal dan
masa depan). Bermain dan berkarya, jangan renggut dari dunia anak-anak kita.
Merdekakan ia agar anak mampu mengenal bakat dan minatnya.
Mendidik dalam arti yang sesungguhnya adalah proses memanusiakan manusia, yakni pengangkatan manusia ke taraf insani. Mendidik harus lebih memerdekakan manusia dari aspek hidup batin (otonomi berpikir dan mengambil keputusan, martabat, mentalitas demokratik). Artinya bahwa kita seorang pendidik harus bisa melayani segala bentuk kebutuhan metode belajar siswa yang berbeda-beda (berorientasi pada anak). Kita harus bisa memberikan kebebasan kepada anak untuk mengembangkan ide, berfikir kreatif, mengembangkan bakat/minat siswa (merdeka belajar), tapi kebebasan itu bukan berarti kebebasan mutlak, perlu tuntunan dan arahan dari guru supaya anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya
Guru sebagai
pemimpin pembelajaran dituntut untuk dapat mengambil keputusan yang efektif
berdasarkan prinsip-prinsip etika yang berdasarkan kepada nilai-nilai kebajikan
secara universal. Selain itu, sebagai guru yang di guguh dan ditiru, termasuklah
dalam mengambil keputusan yang tepat akan sangat berpengaruh pada perannya.
Sebagai seorang guru tak jarang dalam pengambilan suatu keputusan bersinggungan
dengan prinsip-prinsip etika. Prinsip-prinsip etika sendiri berdasarkan pada
nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati dan disetujui bersama, lepas
dari latar belakang sosial, bahasa, suku bangsa, maupun agama seseorang.
Nilai-nilai kebajikan universal meliputi hal-hal seperti keadilan, tanggung
jawab, kejujuran, bersyukur, lurus hati, berprinsip, integritas, kasih sayang,
rajin, komitmen, percaya diri, kesabaran, dan masih banyak lagi.
Sebagai seorang guru yang memahami pemikiran Ki Hadjar Dewantara memandang
setiap murid bukanlah lagi sebagai kertas kosong. Setiap murid datang dengan
berbagai latar belakang, kemampuan, dan potensi. Tugas gurulah menjadikan
latar belakang murid sebagai pondasi
kuat bagi guru dalam memimpin
pembelajaran sehingga dapat meningkatkan
kemampuan dan melejitkan potensi mereka. Oleh karena itulah seorang guru diharapkan
memiliki keterampilan yang dapat mengarahkan setiap muridnya untuk menemukan jati diri dan melejitkan potensi mereka.
Salah satu
keterampilan yang diperlukan adalah keterampilan coaching sebagai
bentuk pendekatan komunikasi sebagai seorang pendidik. Pendekatan Coaching dalam
komunikasi diperlukan karena guru harus melihat
para murid sebagai sosok merdeka. Sosok yang dapat menentukan arah dan
tujuan pembelajarannya, serta meningkatkan potensinya sendiri. Mereka hanya
memerlukan dorongan dan tuntunan. Dengan
keterampilan coaching dalam berkomunikasi, harapannya murid menjadi lebih
terarah dan dapat menemukan
solusinya secara mandiri yang pada akhirnya dapat meningkatkan potensi
mereka.
Selaras dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara, Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) berbasis kesadaran penuh adalah upaya untuk menciptakan ekosistem sekolah yang mendorong bertumbuhnya budi pekerti, selain aspek intelektual. Kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosional tentu saja berpengaruh dalam pengambilan keputusan. Melalui Pembelajaran Sosial dan Emosional, guru diharapkan mampu mengelola emosi menetapkan pencapaian tujuan positif, merasakan empati, memiliki keterampilan relasi, hingga mampu membuat keputusan yang bertanggung jawab.
Emosi yang timbul dalam diri seorang
guru dapat menentukan bagaimana guru mengambil sebuah keputusan dengan tepat
dan bertanggung jawab. Kemampuan
pengambilan keputusan yang bertanggung jawab akan dapat menyikapi konsekuensi
atas keputusan tersebut dengan baik, termasuk jika hasilnya tidak sesuai yang
diharapkan. Melakukan pertimbangan yang perlu
dipikirkan sebagai dasar pengambilan keputusan karena setiap keputusan yang diambil akan
ada konsekuensi yang mengikutinya, dan oleh karena itulah setiap keputusan
perlu didasarkan pada rasa tanggung jawab, nilai-nilai kebajikan universal dan
keberpihakan pada murid.
Sebagai pemimpin pembelajaran, seorang guru harus mampu melihat permasalahan yang dihadapi apakah permasalahan tersebut merupakan dilema etika ataukah bujukan moral. Tak jarang guru akan menghadapi situasi di mana ia harus mengambil suatu keputusan yang banyak mengandung dilema secara etika, dan berkonflik antara nilai-nilai kebajikan universal yang sama-sama benar. Etika di sini tentunya bersifat relatif dan bergantung pada kondisi dan situasi, dan tidak ada aturan baku yang berlaku. Namun perlu diingat bahwa setiap keputusan yang diambil akan ada konsekuensi yang mengikutinya. Oleh sebab itu setiap keputusan perlu berdasarkan pada rasa tanggung jawab, nilai-nilai kebajikan universal dan berpihak pada murid.
Untuk mengambil sebuah keputusan yang tepat,
seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran perlu menarik garis yang tegas
antara dilema etika atau bujukan moral. Jika pengambilan keputusan terhadap
bujukan moral tentu hasilnya sudah jelas, yang benarlah yang akan dipilih.
Namun jika yang dihadapi adalah dilema etika, maka guru perlu mempertimbangkan
beberapa hal. Pertama, memahami empat paradigma dilema etika dalam kasus yang
dihadapi (individu lawan masyarakat (individual
vs community), rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy), kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty), jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)). Kedua, melakukan 9 langkah pengambilan
dan pengujian keputusan (mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan,
menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini, kumpulkan fakta-fakta yang
relevan dengan situasi ini, pengujian benar atau salah, pengujian paradigma
benar lawan benar, melakukan prinsip resolusi, investigasi opsi trilema, buat
keputusan, lihat lagi keputusan dan refleksikan). Dengan melakukan kedua
pertimbangan ini maka diharapkan keputusan yang diambil berdasarkan pada rasa tanggung
jawab, nilai-nilai kebajikan universal dan berpihak pada murid.
Dalam pengambilan keputusan sebagai
pemimpin pembelajaran, guru harus benar- benar memperhatikan kebutuhan belajar
murid. Dengan keputusan yang sudah mempertimbangkan kebutuhan murid maka murid
dapat menggali potensi yang ada dalam dirinya. Selain itu guru sebagai pemimpin
pembelajaran dapat memberikan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan belajar
dan menuntun murid dalam mengembangkan potensi yang dimiliki. Dengan mempertimbangkan
semua itu sebelum mengambil keputusan akan berpengaruh terhadap keberhasilan
murid di masa depannya nanti.
Kesimpulan:
Sekolah adalah ‘institusi moral’, yang
dirancang untuk mengajarkan norma-norma sosial. Keputusan-keputusan yang
diambil di sekolah akan merefleksikan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh
sekolah tersebut, dan akan menjadi rujukan atau teladan bagi seluruh warga
sekolah.
Di sisi lain, pendidik adalah teladan bagi murid sekaligus seorang pemimpin
pembelajaran yang berpihak pada murid. Sebagai guru sering dihadapkan dalam
situasi di mana guru diharuskan mengambil suatu keputusan yang melibatkan
kepentingan dari masing-masing pihak yang sama-sama benar, tapi saling
bertentangan satu dengan yang lain. Oleh karena itulah diperlukan keberanian dan kepercayaan diri untuk menghadapi
konsekuensi dan implikasi dari keputusan yang diambil karena tidak ada
keputusan yang mengakomodasi seluruh kepentingan para pemangku kepentingan.
Keterampilan coaching yang telah dipelajari pada modul
sebelumnya akan membantu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk
memprediksi hasil, dan melihat berbagai opsi sehingga dapat mengambil keputusan
dengan baik. Selain itu diperlukan kompetensi
kesadaran diri (self awareness),
pengelolaan diri (self management),
kesadaran sosial (social awareness)
dan keterampilan berhubungan sosial (relationship skills) untuk mengambil
keputusan. Diharapkan proses pengambilan keputusan dapat dilakukan secara sadar
penuh (mindful), sadar dengan
berbagai pilihan dan konsekuensi yang ada. Sehingga keputusan-keputusan yang diambil berbasis
etika, sesuai visi misi sekolah yang berpihak pada murid, budaya positif, serta
nilai-nilai yang dianggap penting dalam sebuah institusi, sehingga
prinsip-prinsip dasar yang menjadi acuan juga akan lebih jelas. Pada akhirnya akan membentuk
generasi dengan Profil Pelajar Pancasila.
Materi yang luar biasa, Bu. Sangat menginspirasi.
BalasHapusTerimakasih Bu, memberikan wawasan dan informasi yang baru bagi saya, semoga kedepannya bisa melaksanakan tugas lebih baik lagi.
BalasHapusMasyaAllah.. sangat menginspirasi 👍
BalasHapusTerima kasih bu. Sangat menginspirasi
BalasHapusSemoga kita semua selalu diberi hikmat oleh Yang Kuasa sebagai pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan. Terima Kasih Bu 🙏
BalasHapusWah, setelah membaca tulisan ini saya tambah menyadari peran saya sebagai pengambil keputusan dalam pembelajaran.
BalasHapusTerima kasih penulis.